Minggu, 16 November 2014

KEBIJAKAN TENTANG KUALITAS DAN KUANTITAS GURU DI ERA GLOBALISASI


Oleh : Arifa Rakhman
Pasca Sarjana UNIGA MALANG (2014)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.       Latar Belakang
Menurut Undang Undang nomor 20 tahun 2003 dikatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Artinya secara implisit pendidikan pada hakikatnya bertujuan untuk membentuk peserta didik yang paripurna. Dalam Undang Undang tentang Sistem pendidikan Nasional ini juga dikatakan bahwa di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia pendidikan harus memenuhi kriteria minimal yakni memenuhi 8 Standar Nasional Pendidikan yang diatur lebih lanjut pada peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Kebijakan Menteri Pendidikan Nasional yang berani dan inovatif menghapus ebtanas secara bertahap dari SD hingga menyusul SMP/SMU, menunjukkan kemauan pemerintah (potical will) untuk memutus persoalan-persoalan filosofis dan teknik di seputar penyelenggaraan ebtanas dengan praktik-praktik penyelenggaraan yang menyeleweng dan berbiaya tinggi, serta untuk mengatasi berbagai kelemahan kualitas pendidikan dan peran sumber daya manusia lebih efektif.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, termasuk di dalamnya adalah dengan dihapuskannya sistem evaluasi pendidikan EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) kemudian di gantikan dengan UN (Ujian Nasional). Ujian Nasional (UN) merupakan program evaluasi yang berfungsi selektif, yaitu untuk memilih peserta didik yang sudah berhak meninggalkan sekolah. Ujian Nasional (UN) juga merupakan bentuk penilaian hasil belajar oleh pemerintah yang bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu.
Hasil ujian nasional yang digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk pemetaan mutu program dan satuan pendidikan, dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, penentuan kelulusan peserta didik dari program dan satuan pendidikan, dan pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan (PP No 19 Tahun 2005 pasal 68).
Namun kenyataan yang terjadi dilapangan sungguh berbeda bahkan ironis. Pendidikan yang semula diharapkan menjadi bekal buat membangun masyarakat Indonesia baru yang tercerahkan justru sebaliknya menjadi cobaan yang justru membuat bangsa ini kian terpuruk. Sejalan dengan kenyataan itu, keberhasilan pembangunan nasional akan ditentukan oleh keberhasilan kita dalam mengelola pendidikan. Begitu juga dengan pelaksanaan Ujian Nasional (UN) yang pada dasarnya bertujuan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian Standar Nasional Pendidikan.
Apakah Ujian nasional (UN) yang dilaksanakan selama ini sudah memenuhi standar yang ada sesuai Prosedur Operasi Standar (POS) yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ? Sementara kita membaca dan melihat di media massa maupun media elektronik ketika UN dilaksanakan begitu banyak beredar kunci jawaban melalui SMS yang notabene tidak jelas darimana sumber kunci jawaban tersebut. Apakah pelaksanaan UN yang demikian mampu mengukur pencapaian kompetensi peserta didik yang sebenarnya ?
1.2.       Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut, dapat di identifikasi rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Mengapa EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) di hapuskan ?
2.      Bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh UN (Ujian Nasional) ?
3.      Bagaimana mengatasi ketimpangan yang terjadi pada pelaksanaan UN terhadap tujuan pendidikan ?
1.3.       Tujuan

1.      Mengetahui penyebab EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) di hapuskan.
2.      Mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh UN (Ujian Nasional).
3.      Mengetahui solusi mengatasi ketimpangan yang terjadi pada pelaksanaan UN terhadap tujuan pendidikan.


BAB II
KAJIAN TEORI
2.1.       Sejarah Evaluasi Pendidikan Secara Nasional di Indonesia
          Perkembangan evaluasi pendidikan secara nasional dari zaman ke zaman di Indonesia mengalami banyak metamorfosa. Telah beberapa kali diganti formatnya, seperti yang akan dibahas dibawah ini :
1.    Tahun 1965 – 1971
Sistem ujian di tahun ini dinamakan sebagai Ujian Negara. Hampir berlaku untuk semua mata pelajaran, semua jenjang yang ada di Indonesia, yang berada pada satu kebijakan pemerintah pusat.
2.    Tahun 1972-1979
Pada tahun ini, Ujian Negara ditiadakan, lalu di ubah menjadi Ujian sekolah. Sehingga, sekolahlah yang menyelenggarakan ujian sendiri. Semuanya diserahkan kepada sekolah, sedangkan pemerintah pusat hanya membuat kebijakan-kebijakan umum terkait dengan ujian yang akan dilaksanakan oleh pihak sekolah
3.    Tahun 1980 – 2000
Untuk mengendalikan, mengevaluasi, dan mengembangkan mutu pendidikan, Ujian sekolah diganti lagi menjadi Evaluasi Belajat Tahap Akhir Nasional (EBTANAS). Dalam EBTANAS ini, dikembangkan perangkat ujian paralalel untuk setiap mata pelajaran yang diujikan. Sedangkan yang menyelenggarakan dan monitoring soal dilaksanakan oleh daerah masing-masing.
4.    Tahun 2001 – 2004
EBTANAS diganti lagi menjadi Ujian Akhir Nasional (UNAS). Hal yang menonjol dalam peralihan dari EBTANAS  menjadi UNAS adalah  dalam penentuan kelulusan siswa, yaitu ketika masih menganut sistem Ebtanas kelulusan berdasarkan nilai 2 semester raport terakhir dan nilai EBTANAS murni, sedangkan dalam kelulusan UNAS ditentukan oleh mata pelajaran secara individual.
5.    Tahun 2005 – 2009
Terjadi perubahan sistem yaitu pada target wajib belajar pendidikan (SD/MI/SD-LB/MTs/SMP/SMP-LB/SMA/MA/SMK/SMA-LB) sehingga nilai kelulusan ada target minimal.
6.    Tahun 2010 – Sekarang
UNAS diganti menjadi Ujian Nasional (UN). Untuk UN tahun 2012, ada ujian susulan bagi siswa yang tidak lulus UN tahap pertama. Dengan target, siswa yang melaksanakan UN dapat mencapai nilai standar minimal UN sehingga mendapatkan lulusan UN dengan baik.
          Berikut adalah beberapa perubahan dari masa ke masa jati diri UN di Indonesia. Dibalik banyaknya perubahan, semua hal tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Karena UN sampai saat ini menjadi faktor yang menjadi tolak ukur keberhasilan dari suatu jenjang pendidikan, terlepas dari beberapa hal yang menjadi kekurangan dari sistem UN tersebut.
2.2. Kelemahan Evaluasi Belajar Tahap Nasional (EBTANAS)

Hal mendasar yang menjadi landasan pemikiran penggantian ebtanas dengan Ujian Akhir Nasional (UAN) adalah untuk menyempurnakan ebtanas dengan memperbaiki kelemahan-kelemahan yang di temui dalam sistem ebtanas, baik dari segi akademis maupun segi teknis penyelenggaraan.  Disamping itu juga untuk menyempurnakan penilaian pendidikan yang lebih realistis untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Sistem penilaian pendidikan atau hasil belajar ebtanas selama ini mengandung banyak sekali kelemahan. Ebtanas telah mematikan kreativitas pendidikan. Soal-soal tes biasanya dijadikan acuan guru dalam pembelajaran kepada murid. Bahkan, guru akan menambah les-les tambahan untuk mengejar nilai ebtanas.
Dari segi akademis, sistem penilaian ebtanas memiliki kelemahan-kelemahan sebagai berikut :
1.        Ebtanas tidak mampu mengukur pencapaian prestasi akademik secara komprehensif, tetapi hanya terdapat sejumlah tujuan instruksional tertentu.
2.        Pengujiannya hanya di lakukan secara temporal dan dalam waktu singkat.
3.        Hanya mampu mengumpulkan informasi yang terkait dengan kemampuan kognitif sementara yang non kognitif tidak dapat di evaluasi.
4.        Validitas dan reabilitas instrumen rendah ( seperti bidang PPKn)
5.        Banyak menimbulkan bias perlakuan terhadap skor.
6.        Banyak nuruting effect yang menyebabkan tereduksi proses, misalnya proses pembelajaran yang berorientasi pada ebtanas, persekolahan yang di dominasi oleh transfer of knowledge, dan tidak transfer of value, siswa hanya terajar bukan terdidik. Siswa hanya terlatih menghafal, tanpa memahami apalagi mengaplikasikannya dalam dunia nyata. Siswa sebagai robot.
Selama ini sekolah dan para guru selalu melaksanakan penilaian seperti ulangan harian, ulangan akhir dan ebtanas, tetapi secara empiris perolehan nilai siswa tidak menggambarkan prestasi belajar anak sesungguhnya. Hasil belajar yang menggembirakan, ketika anak diukur denga soal-soal yang di kembangkan oleh sekolah, tetapi tidak ketika soal di koordinasi di tingkat kabupaten/kota. Perolehan nilai yang dicapai oleh siswa sangat tidak memuaskan, karena memang tidak mengukur sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya. Nilai siswa mencapai kebalikannya. Yang lebih mengecewakan lagi adalah ketika Nilai Ebtanas Murni (NEM) di gelar melalui daftar kolektif NEM (dakonem).
Menurut Sam & Tuti ada beberapa temuan tentang ebtanas sesuai dengan realitas yang ada, yaitu :
1.             Selalu saja terjadi kebocoran soal ebtanas, manipulasi koreksi yang di lakukan oleh oknum korektor ebtanas, serta daftar NEM yang tidak asli.
2.             Banyak terjadi penyimpangan dana ebtanas, terutama terjadi di sekolah-sekolah daerah.
3.             Campur tangan pemerintah pusat masih dominan.
4.             Orientasi sekolah hanya mengejar NEM
5.             Politisasi ebtanas menjadi alat untuk mengangkat sekolah-sekolah negeri agar terkesan berkualitas dengan menggunakan NEM sebagai seleksi masuk sekolah selanjutnya.

2.3.  Tujuan Penyelenggaraan Ujian Nasional
Ujian nasional adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh pusat penilaian pendidikan dalam hal ini Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yang memiliki tugas dan tanggungjawab, diantaranya adalah melakukan sosialisasi penyelenggaraan UN, menetapkan kisi-kisi soal berdasarkan standar kompetensi lulusan (SKL), menyusun dan merakit soal, menjamin mutu soal, menyiapkan master naskah soal, melakukan penskoran hasil UN, mendistribusikan hasil UN ke provinsi, mengkoordinasikan kegiatan pemantauan UN, menganalisis data hasil UN, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan UN kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Adapun tujuan ujian nasional adalah menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.4.        Kelebihan dan Kelemahan Ujian Nasional
Ujian Nasional pertama kali diperkenalkan tahun ajaran 2002/2003 dengan istilah Ujian Akhir Nasional (UAN). Kemudian dari tahun ajaran 2004/2005 berubah menjadi Ujian Nasional (UN) hingga sekarang. Dari kurun waktu pelaksanaan yang sudah sekian tahun dapat dilihat apa kelebihan dan kekurangan dari pelaksanaan ujian nasional tersebut.
Adapun kelebihan yang diperoleh dengan dilaksanakannya ujian nasional antara lain :
a.         Dapat menggambarkan indikator kondisi pendidikan di Indonesia secara umum, artinya lembaga pendidikan internasional (UNESCO dll) dapat mengetahui kondisi pendidikan di Indonesia melalui UN.
b.         Dapat memacu sekolah, dinas pendidikan (propinsi dan kab/kota) untuk berkompetisi dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
c.         Dapat memotivasi guru untuk senantiasa meningkatkan kualitas pembelajaran, sehingga guru senantiasa meningkatkan kompetensinya untuk menuju guru yang profesional.
d.        Dapat memotivasi siswa untuk terus belajar sehingga mampu meraih nilai ujian nasional yang tinggi. Artinya disini dengan dilaksanakannya ujian nasional dapat membelajarkan siswa sehingga mampu berkembang secara optimal dalam mengembangkan potensinya.
Di samping kelebihan tersebut di atas, pelaksanaan ujian nasional juga banyak memiliki kelemahan antara lain :
a.         Pelaksanaan ujian nasional bertentangan dengan prinsip penilaian pada kurikulum yang berlaku dimana penilaian menekankan penilaian yang otentik (autentic assesment) yaitu penilaian saat proses pembelajaran berlangsung yang pelaksanaannya diserahkan kepada sekolah/ guru sesuai dengan kondisi sekolah yang ada.
b.        Adanya standar nilai ujian nasional yang sama di seluruh Indonesia, sementara kondisi sekolah baik sarana prasarana, guru, input siswa di setiap daerah terdapat perbedaan yang sangat signifikan.
c.         Dengan dilaksanakannya nilai ujian nasional sebagai salah satu syarat kelulusan akan menimbulkan kompetisi yang tidak sehat. Hal ini terjadi karena masih adanya anggapan bahwa tingginya nilai ujian nasional di sekolah atau daerah masih dianggap sebagai gambaran kualitas pendidikan disekolah/ daerah tersebut.
d.        Adanya pemborosan anggaran biaya penyelenggaraan pendidikan, karena pelaksanaan ujian nasional menghabiskan dana yang tidak sedikit mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi.
e.         Ujian nasional merupakan penilaian yang sifatnya sesaat dan hanya menilai aspek kognitif saja, namun menentukan kelulusan. Hal ini bertentangan dengan penilaian berbasis kelas (PBK) yang menitikberatkan penilaian selama proses pembelajaran berlangsung.
2.5.        Pro Kontra Pelaksanaan Ujian Nasional
Dari kelebihan dan kelemahan tersebut di atas memicu munculnya pro-kontra dan protes terhadap pelaksanaan ujian nasional dari berbagai kalangan yang disebabkan oleh beberapa faktor :
Pertama, adanya perbedaan yang tinggi tentang mutu sekolah baik dalam satu daerah maupun antar daerah. Realitas di lapangan menunjukan mutu sekolah berbeda-beda, baik dari aspek siswa, guru, fasilitas, sumber dana, maupun manajemen. Dengan perbedaan ini tentu kurang bijaksana kalau diterapkan standar yang sama untuk persyaratan kelulusan. Seharusnya Depdiknas menetapkan standar kelulusan yang berbeda dengan memperhatikan kondisi riil daerah dan sekolah.
Kedua, hasil ujian nasional yang hanya menguji beberapa mata pelajaran dan hanya bersifat kognitif tidak serta merta dapat dijadikan indikator tentang mutu pendidikan. Kalangan yang menolak ujian nasional berpandangan bahwa untuk mengukur standar mutu pendidikan harus dilihat struktur pendidikan secara menyeluruh termasuk non-akademis, proses dan input pendidikan. Meningkatkan standar mutu pendidikan tentu tidak sesederhana hanya dengan meningkatkan angka standar kelulusan.
Ketiga, hasil ujian nasional selama ini tidak ada tindak lanjutnya. Para praktisi pendidikan, terutama guru selama ini kurang merasakan adanya manfaat nyata dari ujian nasional, terutama dalam hal peningkatan kualitas mengajar. Ujian nasional lebih sekedar kegiatan rutin tahunan. Seharusnya pasca ujian nasional dilakukan pelatihan intensif terhadap guru bidang studi yang siswanya banyak yang gagal dalam ujian nasional.
Keempat, ujian nasional di SMA/SMK kurang mempunyai relevansi dengan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya. Siswa SMA yang dinyatakan lulus dengan nilai ujian nasiona yang tinggi tetap harus ikut seleksi untuk masuk ke Perguruan Tinggi. Sepertinya tidak ada koordinasi antara Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah dengan Pendidikan Tinggi. Pihak Perguruan Tinggi sepertinya “tidak percaya” dengan hasil ujian nasional yang diselenggarakan manajemen pendidikan dasar dan menengah. Padahal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan pasal 68 dinyatakan bahwa hasil ujian nasional digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya.
2.6.   Ujian Nasional dan Mutu Pendidikan
Pro kontra seputar ujian nasional tidak seharusnya terjadi kalau semua pihak saling memahami dan menempatkan ujian nasioinal secara proporsional. Pihak pemerintah melalui Depdiknas harus merancang sistem ujian atau penilaian yang sistematis, bertahap dan berkelanjutan. Sistem penilaian harus dapat difungsikan untuk mendeteksi potensi dan kompetensi siswa sekaligus bisa memetakan kompetensi guru dalam keberhasilan pembelajaran di kelas.
Hasil ujian nasional juga harus ditindaklanjuti dengan berbagai program yang dapat meningkatkan mutu pendidikan secara komprehensif. Sistem penilaian ujian nasional harus mampu: memberi informasi yang akurat; mendorong siswa untuk belajar; memotivasi guru dalam pembelajaran; meningkatkan kinerja lembaga; dan meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan sistem penilaian yang demikian diharapkan secara berangsur-angsur mutu pendidikan di tanah air akan meningkat. Di lain pihak, para praktisi pendidikan di lapangan, terutama guru dan Kepala Sekolah harus meningkatkan kompetensi dan kinerjanya, sehingga kualitas pembelajaran di kelas akan meningkat dan pada gilirannya akan meningkatkan mutu pendidikan. Dengan demikian berapapun standar kelulusan yang akan ditetapkan pemerintah akan selalu siap, tanpa ada rasa takut dan kaget.
Di sisi lain pula para siswa dan orang tua juga akan tumbuh kesadaran bahwa untuk mencapai hasil yang memuaskan harus ditempuh dengan kerja keras, sehingga anggapan dalam ujian pasti lulus 100% hilang dari pikiran mereka. Kalau semua pihak sudah pada pemikiran, kesadaran, dan tindakan yang sama, maka mutu pendidikan di Indonesia perlahan-lahan namun pasti akan meningkat.

BAB III
PENUTUP
3.1.   Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan terhadap masalah-masalah evaluasi pendidikan di atas, dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut :
1.        Sistem penilaian pendidikan atau hasil belajar ebtanas selama ini mengandung banyak sekali kelemahan-kelemahan. Penilaian evaluasi tahap akhir tidak menunjukkan penilaian yang sebenarnya. Hasil penilaian yang di lakukan tidak relevan dengan kenyataan, karena banyaknya campur tangan berbagai kepentingan tidak semua daerah/kota siap terutama sumber daya manusianya.
2.        Ujian Nasional menimbulkan dampak positif dan negatif, dampak positifnya siswa lebih semangat lagi belajar untuk mendapatkan nilai yang baik. Siswa diajarkan untuk tidak curang, seperti menyontek karena pengawasan yang ketat dan pengawasnya pun bukan dari guru asal sekolah mereka. Menjadikan siswa untuk tidak bergantung pada guru. Dengan begitu murid akan mencari bimbel untuk persiapan UN  karena merasa di sekolah belum terlalu mengerti. UN akan menciptakan generasi-generasi bangsa kita yang berkompeten. Sedangkan negatifnya adalah siswa harus menyiapkan tenaga ekstra untuk mengikuti les atau bimbingan belajar. UN merupakan standar yang ditetapkan pemerintah untuk menentukan siswa berhak lulus atau tidak. Dengan adanya UN, pemerintah akan mengetahui tingkat pendidikan yang telah siswa jalani selama di sekolah. Akan tetapi, tingkat pendidikan setiap daerah di Indonesia tidaklah sama. Masih banyak daerah dengan tenaga pengajar yang tidak sesuai dengan jumlah yang diharapkan.
3.        Ujian nasional masih perlu dilaksanakan agar gambaran riil pendidikan di Indonesia dapat diketahui dan dapat memotivasi daerah/sekolah untuk senantiasa meningkatkan kualitas sehingga mencapai 8 Standar nasional pendidikan sesuai dengan PP nomor 19 tahun 2005. Namun yang perlu diperbaiki adalah pelaksanaannya sehingga UN yang dilaksanakan benar-benar dapat mencapai tujuan UN itu sendiri dan tujuan pendidikan nasional yaitu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
3.2.        Saran
Untuk mengefektifkan pelaksanaan ujian nasional, maka perlu dilakukan beberapa hal sebagai berikut :
1.      Pemerintah memfasilitasi guru mata pelajaran yang diujikan untuk meningkatkan kompetensi mereka
2.      Pemerintah membuat konsep ujian nasional yang bukan hanya menitik beratkan pada ranah kognitif saja tetapi juga ranah afektif dan psikomotorik.
3.      Komponen sekolah, yaitu kepala sekolah, guru, staf tata usaha, peserta didik dan wali murid peserta didik bekerja sama dalam persiapan menghadapi ujian nasional.
4.      Nilai ujian nasional dapat dijadikan salah satu syarat kelulusan, namun perlu adanya grade (tingkatan) standar kelulusan di setiap daerah. Kelulusan bisa dikategorikan berdasarkan hasil akreditasi. Sekolah dengan akreditasi A memiliki standar kelulusan yang bebeda dengan sekolah dengan akreditasi B.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto Suharsimi. 1996. Dasar-Dasar Evalusi Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.

Basarudin Chan. Ujian Nasional Untuk Apa ? http://edukasi.kompas.com di akses tanggal 30 September 2014.

Chan Sam. M. & Adi Tuti T. 2013. Analisis Swot : Kebijakan Pendidikan  Era Otonomi Daerah. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Fajar Ibnu. Kontroversi Pelaksanaan Ujian Nasional Di Tinjau Dari Landasan Hukum Pendidikan. http://ibnufajar75.wordpress.com di akses tanggal 30 September 2014.

Seri Hukum dan Perundangan: Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Jakarta : SL Media.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar