Oleh : Arifa Rakhman
Pasca Sarjana UNIGA MALANG (2014)
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Menurut Undang Undang
nomor 20 tahun 2003 dikatakan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Artinya secara implisit pendidikan pada hakikatnya bertujuan untuk membentuk
peserta didik yang paripurna. Dalam Undang Undang tentang Sistem pendidikan
Nasional ini juga dikatakan bahwa di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan
Republik Indonesia pendidikan harus memenuhi kriteria minimal yakni memenuhi 8
Standar Nasional Pendidikan yang diatur lebih lanjut pada peraturan Pemerintah
nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Kebijakan Menteri
Pendidikan Nasional yang berani dan inovatif menghapus ebtanas secara bertahap
dari SD hingga menyusul SMP/SMU, menunjukkan kemauan pemerintah (potical will) untuk memutus
persoalan-persoalan filosofis dan teknik di seputar penyelenggaraan ebtanas
dengan praktik-praktik penyelenggaraan yang menyeleweng dan berbiaya tinggi,
serta untuk mengatasi berbagai kelemahan kualitas pendidikan dan peran sumber
daya manusia lebih efektif.
Berbagai upaya telah
dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia,
termasuk di dalamnya adalah dengan dihapuskannya sistem evaluasi pendidikan
EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) kemudian di gantikan dengan UN
(Ujian Nasional). Ujian Nasional (UN) merupakan program evaluasi yang berfungsi
selektif, yaitu untuk memilih peserta didik yang sudah berhak meninggalkan
sekolah. Ujian Nasional (UN) juga merupakan bentuk penilaian hasil belajar oleh
pemerintah yang bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara
nasional pada mata pelajaran tertentu.
Hasil ujian nasional yang
digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk pemetaan mutu program dan
satuan pendidikan, dasar seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, penentuan
kelulusan peserta didik dari program dan satuan pendidikan, dan pembinaan dan
pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan
mutu pendidikan (PP No 19 Tahun 2005 pasal 68).
Namun kenyataan yang terjadi
dilapangan sungguh berbeda bahkan ironis. Pendidikan yang semula diharapkan
menjadi bekal buat membangun masyarakat Indonesia baru yang tercerahkan justru
sebaliknya menjadi cobaan yang justru membuat bangsa ini kian terpuruk. Sejalan
dengan kenyataan itu, keberhasilan pembangunan nasional akan ditentukan oleh
keberhasilan kita dalam mengelola pendidikan. Begitu juga dengan pelaksanaan
Ujian Nasional (UN) yang pada dasarnya bertujuan untuk mengukur pencapaian
kompetensi peserta didik pada beberapa mata pelajaran tertentu dalam kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka menilai pencapaian
Standar Nasional Pendidikan.
Apakah Ujian nasional (UN) yang dilaksanakan selama
ini sudah memenuhi standar yang ada sesuai Prosedur Operasi Standar (POS) yang
dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) ? Sementara kita
membaca dan melihat di media massa maupun media elektronik ketika UN
dilaksanakan begitu banyak beredar kunci jawaban melalui SMS yang notabene
tidak jelas darimana sumber kunci jawaban tersebut. Apakah pelaksanaan UN yang
demikian mampu mengukur pencapaian kompetensi peserta didik yang
sebenarnya ?
1.2.
Rumusan
Masalah
Dari latar belakang
tersebut, dapat di identifikasi rumusan masalah sebagai berikut :
1. Mengapa
EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) di hapuskan ?
2. Bagaimana
dampak yang ditimbulkan oleh UN (Ujian Nasional) ?
3. Bagaimana
mengatasi ketimpangan yang terjadi pada pelaksanaan UN terhadap tujuan
pendidikan ?
1.3.
Tujuan
1. Mengetahui
penyebab EBTANAS (Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional) di hapuskan.
2. Mengetahui
dampak yang ditimbulkan oleh UN (Ujian Nasional).
3. Mengetahui
solusi mengatasi ketimpangan yang terjadi pada pelaksanaan UN terhadap tujuan
pendidikan.
BAB
II
KAJIAN
TEORI
2.1. Sejarah Evaluasi Pendidikan Secara
Nasional di Indonesia
Perkembangan
evaluasi pendidikan secara nasional dari zaman ke zaman di Indonesia mengalami
banyak metamorfosa. Telah beberapa kali diganti formatnya, seperti yang akan
dibahas dibawah ini :
1. Tahun 1965 –
1971
Sistem ujian
di tahun ini dinamakan sebagai Ujian
Negara. Hampir berlaku untuk semua mata pelajaran, semua jenjang yang
ada di Indonesia, yang berada pada satu kebijakan pemerintah pusat.
2. Tahun
1972-1979
Pada tahun
ini, Ujian Negara ditiadakan,
lalu di ubah menjadi Ujian sekolah.
Sehingga, sekolahlah yang menyelenggarakan ujian sendiri. Semuanya diserahkan
kepada sekolah, sedangkan pemerintah pusat hanya membuat kebijakan-kebijakan
umum terkait dengan ujian yang akan dilaksanakan oleh pihak sekolah
3. Tahun 1980 –
2000
Untuk mengendalikan,
mengevaluasi, dan mengembangkan mutu pendidikan, Ujian sekolah diganti lagi
menjadi Evaluasi Belajat Tahap Akhir
Nasional (EBTANAS). Dalam EBTANAS ini, dikembangkan perangkat ujian
paralalel untuk setiap mata pelajaran yang diujikan. Sedangkan yang
menyelenggarakan dan monitoring soal dilaksanakan oleh daerah masing-masing.
4. Tahun 2001 –
2004
EBTANAS diganti
lagi menjadi Ujian Akhir Nasional
(UNAS). Hal yang menonjol dalam peralihan dari EBTANAS menjadi UNAS
adalah dalam penentuan kelulusan siswa, yaitu ketika masih menganut
sistem Ebtanas kelulusan berdasarkan nilai 2 semester raport terakhir dan nilai
EBTANAS murni, sedangkan dalam kelulusan UNAS ditentukan oleh mata pelajaran
secara individual.
5. Tahun 2005 –
2009
Terjadi perubahan
sistem yaitu pada target wajib belajar pendidikan (SD/MI/SD-LB/MTs/SMP/SMP-LB/SMA/MA/SMK/SMA-LB)
sehingga nilai kelulusan ada target minimal.
6. Tahun 2010 –
Sekarang
UNAS diganti menjadi Ujian Nasional
(UN). Untuk UN tahun 2012, ada ujian susulan bagi siswa yang tidak lulus UN
tahap pertama. Dengan target, siswa yang melaksanakan UN dapat mencapai nilai
standar minimal UN sehingga mendapatkan lulusan UN dengan baik.
Berikut
adalah beberapa perubahan dari masa ke masa jati diri UN di Indonesia. Dibalik
banyaknya perubahan, semua hal tersebut adalah untuk meningkatkan kualitas
pendidikan Indonesia. Karena UN sampai saat ini menjadi faktor yang menjadi
tolak ukur keberhasilan dari suatu jenjang pendidikan, terlepas dari beberapa
hal yang menjadi kekurangan dari sistem UN tersebut.
2.2.
Kelemahan Evaluasi Belajar Tahap Nasional (EBTANAS)
Hal mendasar yang
menjadi landasan pemikiran penggantian ebtanas dengan Ujian Akhir Nasional
(UAN) adalah untuk menyempurnakan ebtanas dengan memperbaiki
kelemahan-kelemahan yang di temui dalam sistem ebtanas, baik dari segi akademis
maupun segi teknis penyelenggaraan.
Disamping itu juga untuk menyempurnakan penilaian pendidikan yang lebih
realistis untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, khususnya pada
jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Sistem penilaian
pendidikan atau hasil belajar ebtanas selama ini mengandung banyak sekali
kelemahan. Ebtanas telah mematikan kreativitas pendidikan. Soal-soal tes
biasanya dijadikan acuan guru dalam pembelajaran kepada murid. Bahkan, guru
akan menambah les-les tambahan untuk mengejar nilai ebtanas.
Dari segi akademis,
sistem penilaian ebtanas memiliki kelemahan-kelemahan sebagai berikut :
1.
Ebtanas tidak mampu mengukur pencapaian
prestasi akademik secara komprehensif, tetapi hanya terdapat sejumlah tujuan
instruksional tertentu.
2.
Pengujiannya hanya di lakukan secara
temporal dan dalam waktu singkat.
3.
Hanya mampu mengumpulkan informasi yang
terkait dengan kemampuan kognitif sementara yang non kognitif tidak dapat di
evaluasi.
4.
Validitas dan reabilitas instrumen
rendah ( seperti bidang PPKn)
5.
Banyak menimbulkan bias perlakuan
terhadap skor.
6.
Banyak nuruting effect yang menyebabkan tereduksi proses, misalnya proses
pembelajaran yang berorientasi pada ebtanas, persekolahan yang di dominasi oleh
transfer of knowledge, dan tidak transfer of value, siswa hanya
terajar bukan terdidik. Siswa hanya terlatih menghafal, tanpa memahami apalagi
mengaplikasikannya dalam dunia nyata. Siswa sebagai robot.
Selama ini sekolah dan
para guru selalu melaksanakan penilaian seperti ulangan harian, ulangan akhir
dan ebtanas, tetapi secara empiris perolehan nilai siswa tidak menggambarkan
prestasi belajar anak sesungguhnya. Hasil belajar yang menggembirakan, ketika
anak diukur denga soal-soal yang di kembangkan oleh sekolah, tetapi tidak
ketika soal di koordinasi di tingkat kabupaten/kota. Perolehan nilai yang
dicapai oleh siswa sangat tidak memuaskan, karena memang tidak mengukur sesuai
dengan keadaan yang sesungguhnya. Nilai siswa mencapai kebalikannya. Yang lebih
mengecewakan lagi adalah ketika Nilai Ebtanas Murni (NEM) di gelar melalui
daftar kolektif NEM (dakonem).
Menurut Sam & Tuti
ada beberapa temuan tentang ebtanas sesuai dengan realitas yang ada, yaitu :
1.
Selalu saja terjadi kebocoran soal
ebtanas, manipulasi koreksi yang di lakukan oleh oknum korektor ebtanas, serta
daftar NEM yang tidak asli.
2.
Banyak terjadi penyimpangan dana
ebtanas, terutama terjadi di sekolah-sekolah daerah.
3.
Campur tangan pemerintah pusat masih
dominan.
4.
Orientasi sekolah hanya mengejar NEM
5.
Politisasi ebtanas menjadi alat untuk
mengangkat sekolah-sekolah negeri agar terkesan berkualitas dengan menggunakan
NEM sebagai seleksi masuk sekolah selanjutnya.
2.3.
Tujuan Penyelenggaraan Ujian Nasional
Ujian
nasional adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara
nasional dan persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh
pusat penilaian pendidikan dalam hal ini Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) yang memiliki tugas dan tanggungjawab, diantaranya adalah melakukan
sosialisasi penyelenggaraan UN, menetapkan kisi-kisi soal berdasarkan standar
kompetensi lulusan (SKL), menyusun dan merakit soal, menjamin mutu soal,
menyiapkan master naskah soal, melakukan penskoran hasil UN, mendistribusikan
hasil UN ke provinsi, mengkoordinasikan kegiatan pemantauan UN, menganalisis
data hasil UN, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan UN kepada Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan. Adapun tujuan ujian nasional adalah menilai
pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu
dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.4.
Kelebihan
dan Kelemahan Ujian Nasional
Ujian Nasional pertama kali
diperkenalkan tahun ajaran 2002/2003 dengan istilah Ujian Akhir Nasional (UAN).
Kemudian dari tahun ajaran 2004/2005 berubah menjadi Ujian Nasional (UN) hingga
sekarang. Dari kurun waktu pelaksanaan yang sudah sekian tahun dapat dilihat
apa kelebihan dan kekurangan dari pelaksanaan ujian nasional tersebut.
Adapun kelebihan yang diperoleh dengan
dilaksanakannya ujian nasional antara lain :
a.
Dapat menggambarkan
indikator kondisi pendidikan di Indonesia secara umum, artinya lembaga
pendidikan internasional (UNESCO dll) dapat mengetahui kondisi pendidikan di
Indonesia melalui UN.
b.
Dapat memacu sekolah, dinas
pendidikan (propinsi dan kab/kota) untuk berkompetisi dalam meningkatkan
kualitas pendidikan.
c.
Dapat memotivasi guru untuk
senantiasa meningkatkan kualitas pembelajaran, sehingga guru senantiasa
meningkatkan kompetensinya untuk menuju guru yang profesional.
d.
Dapat memotivasi siswa untuk
terus belajar sehingga mampu meraih nilai ujian nasional yang tinggi. Artinya
disini dengan dilaksanakannya ujian nasional dapat membelajarkan siswa sehingga
mampu berkembang secara optimal dalam mengembangkan potensinya.
Di samping kelebihan tersebut di atas, pelaksanaan ujian nasional
juga banyak memiliki kelemahan antara lain :
a.
Pelaksanaan ujian nasional
bertentangan dengan prinsip penilaian pada kurikulum yang berlaku dimana
penilaian menekankan penilaian yang otentik (autentic assesment) yaitu
penilaian saat proses pembelajaran berlangsung yang pelaksanaannya diserahkan
kepada sekolah/ guru sesuai dengan kondisi sekolah yang ada.
b.
Adanya standar nilai ujian
nasional yang sama di seluruh Indonesia, sementara kondisi sekolah baik sarana
prasarana, guru, input siswa di setiap daerah terdapat perbedaan yang sangat
signifikan.
c.
Dengan dilaksanakannya nilai
ujian nasional sebagai salah satu syarat kelulusan akan menimbulkan kompetisi
yang tidak sehat. Hal ini terjadi karena masih adanya anggapan bahwa tingginya
nilai ujian nasional di sekolah atau daerah masih dianggap sebagai gambaran
kualitas pendidikan disekolah/ daerah tersebut.
d.
Adanya pemborosan anggaran
biaya penyelenggaraan pendidikan, karena pelaksanaan ujian nasional
menghabiskan dana yang tidak sedikit mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga
evaluasi.
e.
Ujian nasional merupakan
penilaian yang sifatnya sesaat dan hanya menilai aspek kognitif saja, namun
menentukan kelulusan. Hal ini bertentangan dengan penilaian berbasis kelas
(PBK) yang menitikberatkan penilaian selama proses pembelajaran berlangsung.
2.5.
Pro Kontra Pelaksanaan
Ujian Nasional
Dari
kelebihan dan kelemahan tersebut di atas memicu munculnya pro-kontra dan protes
terhadap pelaksanaan ujian nasional dari berbagai kalangan yang disebabkan oleh
beberapa faktor :
Pertama, adanya perbedaan yang tinggi
tentang mutu sekolah baik dalam satu daerah maupun antar daerah. Realitas di
lapangan menunjukan mutu sekolah berbeda-beda, baik dari aspek siswa, guru,
fasilitas, sumber dana, maupun manajemen. Dengan perbedaan ini tentu kurang
bijaksana kalau diterapkan standar yang sama untuk persyaratan kelulusan.
Seharusnya Depdiknas menetapkan standar kelulusan yang berbeda dengan
memperhatikan kondisi riil daerah dan sekolah.
Kedua, hasil ujian nasional yang hanya
menguji beberapa mata pelajaran dan hanya bersifat kognitif tidak serta merta
dapat dijadikan indikator tentang mutu pendidikan. Kalangan yang menolak ujian
nasional berpandangan bahwa untuk mengukur standar mutu pendidikan harus
dilihat struktur pendidikan secara menyeluruh termasuk non-akademis, proses dan
input pendidikan. Meningkatkan standar mutu pendidikan tentu tidak sesederhana
hanya dengan meningkatkan angka standar kelulusan.
Ketiga, hasil ujian nasional selama ini
tidak ada tindak lanjutnya. Para praktisi pendidikan, terutama guru selama ini
kurang merasakan adanya manfaat nyata dari ujian nasional, terutama dalam hal
peningkatan kualitas mengajar. Ujian nasional lebih sekedar kegiatan rutin
tahunan. Seharusnya pasca ujian nasional dilakukan pelatihan intensif terhadap
guru bidang studi yang siswanya banyak yang gagal dalam ujian nasional.
Keempat, ujian nasional di SMA/SMK
kurang mempunyai relevansi dengan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya.
Siswa SMA yang dinyatakan lulus dengan nilai ujian nasiona yang tinggi tetap
harus ikut seleksi untuk masuk ke Perguruan Tinggi. Sepertinya tidak ada
koordinasi antara Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah dengan Pendidikan
Tinggi. Pihak Perguruan Tinggi sepertinya “tidak percaya” dengan hasil ujian
nasional yang diselenggarakan manajemen pendidikan dasar dan menengah. Padahal
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan pasal 68 dinyatakan bahwa hasil ujian nasional digunakan sebagai
salah satu pertimbangan untuk dasar seleksi masuk jenjang pendidikan
berikutnya.
2.6. Ujian
Nasional dan Mutu Pendidikan
Pro
kontra seputar ujian nasional tidak seharusnya terjadi kalau semua pihak saling
memahami dan menempatkan ujian nasioinal secara proporsional. Pihak pemerintah
melalui Depdiknas harus merancang sistem ujian atau penilaian yang sistematis,
bertahap dan berkelanjutan. Sistem penilaian harus dapat difungsikan untuk
mendeteksi potensi dan kompetensi siswa sekaligus bisa memetakan kompetensi
guru dalam keberhasilan pembelajaran di kelas.
Hasil
ujian nasional juga harus ditindaklanjuti dengan berbagai program yang dapat
meningkatkan mutu pendidikan secara komprehensif. Sistem penilaian ujian
nasional harus mampu: memberi informasi yang akurat; mendorong siswa untuk
belajar; memotivasi guru dalam pembelajaran; meningkatkan kinerja lembaga; dan
meningkatkan kualitas pendidikan. Dengan sistem penilaian yang demikian
diharapkan secara berangsur-angsur mutu pendidikan di tanah air akan meningkat.
Di lain pihak, para praktisi pendidikan di lapangan, terutama guru dan Kepala
Sekolah harus meningkatkan kompetensi dan kinerjanya, sehingga kualitas
pembelajaran di kelas akan meningkat dan pada gilirannya akan meningkatkan mutu
pendidikan. Dengan demikian berapapun standar kelulusan yang akan ditetapkan
pemerintah akan selalu siap, tanpa ada rasa takut dan kaget.
Di
sisi lain pula para siswa dan orang tua juga akan tumbuh kesadaran bahwa untuk
mencapai hasil yang memuaskan harus ditempuh dengan kerja keras, sehingga
anggapan dalam ujian pasti lulus 100% hilang dari pikiran mereka. Kalau semua
pihak sudah pada pemikiran, kesadaran, dan tindakan yang sama, maka mutu
pendidikan di Indonesia perlahan-lahan namun pasti akan meningkat.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan terhadap
masalah-masalah evaluasi pendidikan di atas, dapat di ambil kesimpulan sebagai
berikut :
1.
Sistem penilaian pendidikan atau hasil
belajar ebtanas selama ini mengandung banyak sekali kelemahan-kelemahan. Penilaian
evaluasi tahap akhir tidak menunjukkan penilaian yang sebenarnya. Hasil
penilaian yang di lakukan tidak relevan dengan kenyataan, karena banyaknya
campur tangan berbagai kepentingan tidak semua daerah/kota siap terutama sumber
daya manusianya.
2.
Ujian Nasional menimbulkan
dampak positif dan negatif, dampak positifnya siswa lebih semangat lagi belajar
untuk mendapatkan nilai yang baik. Siswa diajarkan untuk
tidak curang, seperti menyontek karena pengawasan yang ketat dan pengawasnya
pun bukan dari guru asal sekolah mereka. Menjadikan siswa untuk tidak
bergantung pada guru. Dengan begitu murid akan mencari bimbel untuk persiapan
UN karena merasa di sekolah belum
terlalu mengerti. UN akan menciptakan generasi-generasi bangsa kita yang
berkompeten. Sedangkan negatifnya adalah siswa harus menyiapkan tenaga ekstra
untuk mengikuti les atau bimbingan belajar. UN merupakan standar yang
ditetapkan pemerintah untuk menentukan siswa berhak lulus atau tidak. Dengan
adanya UN, pemerintah akan mengetahui tingkat pendidikan yang telah siswa
jalani selama di sekolah. Akan tetapi, tingkat pendidikan setiap daerah di Indonesia
tidaklah sama. Masih banyak daerah dengan tenaga pengajar yang tidak sesuai
dengan jumlah yang diharapkan.
3.
Ujian nasional masih perlu dilaksanakan
agar gambaran riil pendidikan di Indonesia dapat diketahui dan dapat memotivasi
daerah/sekolah untuk senantiasa meningkatkan kualitas sehingga mencapai 8
Standar nasional pendidikan sesuai dengan PP nomor 19 tahun 2005. Namun yang
perlu diperbaiki adalah pelaksanaannya sehingga UN yang dilaksanakan
benar-benar dapat mencapai tujuan UN itu sendiri dan tujuan pendidikan nasional
yaitu mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
3.2.
Saran
Untuk mengefektifkan pelaksanaan ujian nasional, maka perlu dilakukan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Pemerintah
memfasilitasi guru mata pelajaran yang diujikan untuk meningkatkan kompetensi
mereka
2. Pemerintah
membuat konsep ujian nasional yang bukan hanya menitik beratkan pada ranah
kognitif saja tetapi juga ranah afektif dan psikomotorik.
3. Komponen
sekolah, yaitu kepala sekolah, guru, staf tata usaha, peserta didik dan wali
murid peserta didik bekerja sama dalam persiapan menghadapi ujian nasional.
4. Nilai
ujian nasional dapat dijadikan salah satu syarat kelulusan, namun perlu adanya grade
(tingkatan) standar kelulusan di setiap daerah. Kelulusan bisa
dikategorikan berdasarkan hasil akreditasi. Sekolah dengan akreditasi A
memiliki standar kelulusan yang bebeda dengan sekolah dengan akreditasi B.
DAFTAR
PUSTAKA
Arikunto
Suharsimi. 1996. Dasar-Dasar Evalusi
Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara.
Basarudin
Chan. Ujian Nasional Untuk Apa ? http://edukasi.kompas.com di
akses tanggal 30 September 2014.
Chan Sam. M. & Adi Tuti
T. 2013. Analisis Swot : Kebijakan
Pendidikan Era Otonomi Daerah.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Fajar
Ibnu. Kontroversi Pelaksanaan Ujian
Nasional Di Tinjau Dari Landasan Hukum Pendidikan. http://ibnufajar75.wordpress.com di
akses tanggal 30 September 2014.
Seri
Hukum dan Perundangan: Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS).
Jakarta : SL Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar